Pendidikan Peduli Lingkungan Sejak Dini

Belum usai pandemi covid-19, tahun 2021 diawali dengan berbagai bencana alam di Indonesia. Kepala Departemen Kajian Kebijakan dan Pembelaan Hukum Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi (2021) menyatakan bahwa di daerah tropis seharusnya hutan akan tumbuh mengikuti hujan, tetapi sekarang, bencana tumbuh mengikuti hujan. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Tak lain karena fungsi penyeimbang, penyempurna dan penahan dari ekologis telah hancur oleh pembabatan hutan dan ekstraksi alam.

Penggunaan sumber daya alam yang tidak bijaksana dan tidak memperhitungkan faktor-faktor lingkungan akan menimbulkan masalah yang serius bagi manusia seperti erosi, banjir, pencemaran baik itu pencemaran tanah, air atau udara, serta punahnya berbagai spesies hewan dan tumbuhan. Selain kerusakan lingkungan, bencana-bencana tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan negara, baik di bidang kesehatan maupun ekonomi.

Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berwawasan lingkungan, pemerintah telah mengeluarkan UU nomor 23 tahun 1997 pasal 5 berbunyi “Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran”. Pada Undang-undang yang sama pasal 9 “Pemerintah berkewajiban menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya alam pengelolaan hidup melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan penelitian tentang lingkungan hidup”. Berdasarkan undang-undang tersebut, diharapkan masyarakat Indonesia bisa menjadi masyarakat yang ramah lingkungan. Mengingat pendidikan lingkungan hidup salah satunya dilaksanakan melalui jalur formal atau sekolah, maka guru mempunyai peran besar dalam mewujudkan hal itu.

Pendidikan tentang lingkungan hidup perlu mendapatkan perhatian dan dukungan dari semua pihak, kesungguhan pemerintah dan guru agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan yaitu membangun masyarakat peduli lingkungan yang mampu berperan aktif dalam memecahkan masalah lingkungan. Penerapan pembelajaran bukan pada penguasaan konsep saja, tetapi pengubahan sikap dan pola pikir siswa agar lebih peduli terhadap lingkungan dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat sekitar.

Sebenarnya pendidikan tentang lingkungan hidup sudah dimasukkan kedalam hampir semua mata pelajaran dan semua jenjang pendidikan mulai dari PAUD sampai Sekolah Menengah Atas. Sebagai contoh, pada tingkat PAUD anak-anak sudah diperkenalkan tentang bagaimana membuang sampah yang baik, membedakan sampah organik dan anorganik, cara penghematan air ketika cuci tangan atau keperluan lain, dilatih menanam tanaman atau menyukai tanaman dan sebagainya. Pada tingkat Sekolah Dasar, sudah diajarkan tentang pencemaran lingkungan penyebab dan akibatnya, tentang ekosistem bagaimana jika salah satu komponen ekosistem berkurang maka keseimbangan ekosistem mulai terganggu.

Hari gerakan sejuta pohon sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 Januari tidak akan ada artinya jika hanya sekedar peringatan saja. Pencanangan gerakan menanam satu siswa satu pohon/tanaman perlu digalakkan lagi bagi siswa didik kita baik di lingkungan sekolah atau di lingkungan rumah. Karena dari satu pohon yang siswa tanam akan memberikan banyak manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya. Selain sebagai penyedia oksigen, pohon juga dapat menyerap CO2 penyebab polusi, memberikan keteduhan, mencegah erosi dan banjir, mengurangi dampak global warming dan masih banyak lagi.

Jika pendidikan tentang peduli lingkungan sudah ditanamkan sejak dini, bukan tidak mungkin jika hal ini bisa melekat kuat di pola pikir mereka. Sehingga diharapkan kedepannya perilaku peduli lingkungan dan mencintai lingkungan akan terbawa dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Ida Murdiyah, S.P.
Guru IPA SMP Muhammadiyah 1 Kudus

Translate »